masukkan script iklan disini
Semarang, Mediasimoraya.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) tengah mempertimbangkan penerapan enam hari sekolah, namun rencana ini menuai penolakan dari sejumlah orang tua siswa. Sebuah petisi daring yang menentang kebijakan tersebut bahkan telah mendapatkan ribuan tanda tangan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, menjelaskan bahwa kajian mengenai penerapan enam hari sekolah dilakukan dengan melibatkan akademisi dan elemen masyarakat. Ia mengatakan bahwa tujuan awal penerapan lima hari sekolah adalah agar siswa memiliki lebih banyak waktu bersama keluarga.
"Dengan kebijakan lima hari sekolah, ada dua hari libur anak, maka ada satu hari yang tanpa pengawasan," kata Taj Yasin, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng, Jumat (21/11/2025). Ia menambahkan bahwa banyak orang tua yang tetap bekerja di hari Sabtu atau Minggu, sehingga siswa memiliki waktu luang tanpa pengawasan orang tua.
Rencana kebijakan enam hari sekolah yang diterapkan Pemprov Jateng akan diberlakukan untuk SMA dan SMK, sesuai dengan kewenangan Pemprov. Namun, tidak menutup kemungkinan akan membuka peluang terhadap peningkatan di bawahnya, seperti SD, SMP, TK, dan PAUD, yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Petisi Penolakan Orang Tua Siswa
Di sisi lain, penolakan terhadap kebijakan sekolah selama enam hari semakin menguat. Pada 12 November 2025, sebuah petisi daring muncul di laman Change.org untuk menolak kebijakan tersebut.
Petisi yang dibuat oleh Alfariz Hadi telah ditandatangani oleh lebih dari 23.502 orang. Dalam petisinya, Alfariz menjelaskan bahwa penerapan sekolah selama lima hari memberikan banyak manfaat, seperti kesempatan bagi siswa untuk beristirahat, berekreasi, dan menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga.
Alfariz, yang merupakan seorang orang tua dan generasi muda, khawatir perubahan ini akan berdampak buruk pada anak-anak.
"Banyak siswa di sekolah SMA/SMK seluruh provinsi sudah merasa sangat tertekan dengan beban belajar saat ini," tulis Alfariz, seperti dikutip Kompas.com, Jumat.
Menurutnya, menambah waktu belajar menjadi enam hari sekolah akan mengurangi waktu istirahat siswa. Penerapan kebijakan enam hari juga akan membuat siswa merasa semakin lelah dan kurang termotivasi di ruang kelas.
"Kita harus mendukung kesejahteraan siswa kita dan memastikan mereka mendapatkan pengembangan yang seimbang dalam pendidikan dan kehidupan pribadi," tulis Alfariz.